Kebudayaan dan Kesenian Provinsi
Bengkulu
Bengkulu
adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan kota. Bengkulu ini menjadi
ibu kota dari provinsi Bengkulu itu sendiri yang terletak di kawasan
pesisir barat Pulau Sumatera yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia
dan berada pada koordinat 300 45’ – 300 59’ Lintang Selatan dan 102014’ – 1020
22’ Bujur Timur dengan luas wilayah 151,7 km2 ditambah 1 pulau dengan luas 2 Ha
dan lautan seluas 387,6 Km2.
Bengkulu berasal
dari bahasa Melayu-Jawi kata bang yang berarti “pesisir”
dan kulon yang berarti “barat”, kemudian terjadi pegeseran
pengucapan bang berubah menjadi beng dan kulon menjadi kulu.
Pada
saat Inggris berada di Bengkulu terjadi peristiwa gempa bumi besar yang
diiringi Tsunami yang membuat wilayah geografis Bengkulu berubah. Hal itu
terjadi pada sekitar tahun 1700-1800. Kejadian itu sampai membuat Benteng
Malbourough selama beberapa tahun dikosongkan.
Di
wilayah Bengkulu sekarang pernah berdiri kerajaan-kerajaan yang berdasarkan
etnis seperti Kerajaan Sungai Serut, Kerajaan Selebar, Kerajaan Pat Petulai,
Kerajaan Balai Buntar, Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sekiris, Kerajaan Gedung
Agung, dan Kerajaan Marau Riang. Di bawah Kesultanan Banten, mereka menjadi
vazal.
AGAMA
Agama yang
dianut Masyarakat Bengkulu mayoritas adalah Agama Islam yang memang di
Indonesia sendiri umumnya adalah menganut Agama Islam dan juga terdapat
agama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, bahkan ada yang menganut Animisme.
Suku Bangsa di Bengkulu
Suku-suku bangsa yang mendiami
Provinsi Bengkulu dapat dikelompokkan menjadi suku asli dan pendatang,
meskipun sekarang kedua kelompok ini mulai bercampur baur.Bahasa yang dominan
dipakai adalah bahasa Rejang,yang banyak dipahami oleh sebagian
besar penduduk, selain bahasa Melayu (bahasa Indonesia)dan bahasa Serawai.Di Pulau Enggano dipakai bahasa Enggano.Suku-suku pribumi mencakup suku-suku berikut:
4)Lembak, mendiami wilayah Kota
Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong;
6)Pasemah, mendiami wilayah
Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kaur;
8)suku-suku pribumi Enggano (ada
enam puak), mendiami Pulau Enggano.
Suku
bangsa pendatang meliputi Melayu , Jawa (dari Banten),Bugis, Madura,
minangkabau, Batak, Sunda,dan
lain-lain.
Penduduk asli pendukung kebudayaan
tertua di Bengkulu terdiri dari 4 suku bangsa besar, yakni:
1. Suku Melayu, sebagian besar bermukim di di Kotamadya Bengkulu.
1. Suku Melayu, sebagian besar bermukim di di Kotamadya Bengkulu.
2. Suku Rejang, tersebar di Kabupaten Lebong, Rejang Lebong dan sebagian Bengkulu Utara.
3.Suku Serawai, yang mendiami Kabupaten Bengkulu Selatan
4. Suku Engano, yang bermukim di Pulau Enggano.
Orang Melayu
merupakan kelompok etnik yang terbesar jumlahnya diantara penduduk yang
bermukim di wilayah propinsi Bengkulu. Alkisah, orang Melayu Bengkulu ini
merupakan percampuran antara suku bangsa asli Bengkulu dengan orang-orang
Melayu pendatang dari Jambi, Riau, Palembang, Minangkabau, dan daerah-daerah
lainnya di sebelah selatan.
Asimilasi
antar suku bangsa tersebut berlangsung dalam jangka waktu sangat panjang,
sehingga memberi ciri tersendiri bagi orang Melayu Bengkulu. Sebagai suku
bangsa mayoritas di Bengkulu, maka kebudayaan Melayu-lah yang dirasa paling menonjol.
Pada umumnya
kelompok-kelompok etnis di Bengkulu terbagi atas beberapa ‘klen’ (sukau) yang
dikepalai oleh ‘ketua sukau’. Dalam satu dusun biasanya ada 2-4 sukau. Klen ini
merupakan himpunan keluarga besar yang masih seketurunan dari satu nenek moyang.
Ketua sukau bersama-sama dengan kepala dusun dan para orang tua yang berhak
memutuskan perkara pelanggaran adat setelah mengadakan mufakat dengan seluruh
warga dusun.
BAHASA
Rumpunan
bahasa yang terdapat dan digunakan di Provinsi Bengkulu antara lain sebagai
berikut:
1. Bahasa Ra-Hyang atau Re-Hyang
(Rejang).
2. Bahasa Enggano (Pulau
Perempuan).
3. Bahasa Lampung.
4. Bahasa Malayu Ippoh (Muko-muko, Lubuk Pinang, Bantal, Lima Koto,
Ketahun, Pasar Bengkulu, dsb).
5. Bahasa Malayu Lembak (Tanjung
Agung, Dusun Besar, Pada Dewa, dsb).
6. Bahasa Malayu Kotamadya
Bengkulu.
7. Bahasa Malayu Serawai dan Pasemah (Pha-semah) yang penyebarannya
meliputi Manna, Tais, Kepalak Bengkerung, Tanjung Sakti, Padang Guci, Kedurang,
Kaur, dsb.
8. Bahasa Malayu Bintuhan.
Tiga komunitas
bahasa, yaitu Rejang, Enggano dan Lampung tidaklah termasuk dalam kelompok
rumpunan Bahasa Malayu yang dikemukakan sebelumnya. Tiga etnik ini memiliki
kelompok rumpunan bahasa tersendiri, dan etnik inilah yang merupakan penduduk
asli negeri Bengkulu.
KERAJINAN
TRADISIONAL
Kerajinan tradisional yang ada di Bengkulu adalah kerajinan
Batik. Batik yang ada di Bengkulu ini sama seperti batik-batik yang ada di Jawa
dan sekitarnya yang mana menghasilkan beragam batik dan menjadi ciri khas dari
Indonesia.
Tetapi tetap berbeda dengan batik jawa, batik jawa identik
dengan warna coklat, kuning, merah, hijau, dan biru. sedangkan batik besurek
memiliki warna yang lebih cerah dan beragam.
Batik yang di maksud adalah Batik Besurek. Batik Besurek
adalah kain batik asli Bengkulu yang merupakan element Budaya Bengkulu,
motif utama batik Besurek adalah huruf kaligraf atau kain batik yang dihiasi
dengan huruf-huruf Arab Gundhul.
Di beberapa kain, terutama untuk upacara adat, kain ini
memang bertuliskan huruf Arab yang bisa dibaca. Tetapi, sebagian besar hanya
berupa hiasan mirip huruf Arab atau yang di sebut tadi dengan Arab Gundhul.
Berbagai motif dasar batik kain Besurek antara lain :
- motif kaligrafi –> merupakan motif yang diambil dari huruf-huruf kaligrafi. Untuk batik besurek modern, biasanya kaligrafinya tidak memiliki makna.
- motif bunga rafflesia –> bergambar bunga rafflesia arnoldi yang merupakan bunga raksasa khas bengkulu.. motif bunga rafflesia bisa dibilang sebagai motif utama kain besurek setelah kaligrafi.
- motif burung kuau –> bergambar seperti burung, tetapi terbuat dari rangkaian huruf-guruf kaligrafi.
- motif relung paku –> bentuknya meliuk-liuk, persis seperti tanaman relung paku.
- motif rembulan –> merupakn motif yang digambar seperti rembulan yang bulat. Biasanya dipadukan dengan motif kaligrafi.
Contoh
Batik Besurek
1. Tari Andun
Tari Andun merupakan salah satu tarian rakyat
yang dilakukan pada saat pesta perkawinan. Biasanya dilakukan oleh para bujang
dan gadis secara berpasangan pada malam hari dengan diringi musik kolintang.
Pada zaman dahulu, tari andun biasanya digunakan
sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai panen padi. Sebagai bentuk
pelestariannya, saat ini dilakukan sebagai salah satu sarana hiburan bagi
masyarakat khususnya bujang gadis.
2. Tari Ganau
Tari Ganau dari bengkulu, merupakan tarian yang
diiringi dengan musik. Didominasi olrh iringan mandolin, rebab dan kendang
serta lagu dengan irama melayu. Tarian ini dimainkan oleh sekelompok penari
wanita dan laki-laki.
Dimulai dengan tempo gerakan yang lambat
diakhiri dengan gerakan yang cepat dan menghentak-hentak. Gerakan tangan, serta
melompat dan dan formasi yang harmonis dengan iringan musik merupakan ciri khas
yang dari tarian ini.
3. Tari
Kejei
Tari
Kejei merupakan kesenian rakyat Rejang yang dilakukan pada setiap
musim panen raya datang. Tarian tersebut dimainkan oleh para muda-mudi di
pusat-pusat desa pada malam hari di tengah-tengah penerangan lampion.
Kekhasan tari
ini adalah alat-alat musik pengiringnya terbuat dari bambu, seperti
kulintang, seruling dan gong. Tarian dimainkan sekelompok orang yang
membentuk lingkaran dengan berhadap-hadapan searah menyerupai jarum jam.
Tarian ini
pertama kali dilaporkan oleh seorang pedagang Pasee, bernama Hassanuddin
Al-Pasee yang berniaga ke Bengkulu pada tahun 1468. Tapi, ada pula keterangan
dari Fhathahillah Al Pasee, yang pada tahun 1532 berkunjung ke Bengkulu.
Tari Kejei
dipercaya sudah ada sebelum kedatangan para biku dari Majapahit. Sejak
para biku datang, alat musiknya diganti dengan alat dari logam, seperti yang
digunakan sampai saat ini. Acara kejei dilakukan dalam masa yang panjang, bisa
sampai 9 bulan, 3 bulan, 15 hari atau 3 hari berturut-turut.
Tari ini
adalah tarian sakral yang diyakini masyarakat mengandung nilai-nilai
mistik,sehingga hanya dilaksanakan masyarakat Rejang Lebong dalam acara
menyambut para biku,perkawinan dan adat marga. Pelaksanaan tari ini
disertai pemotongan kerbau atau sapi sebagai syaratnya.
4. Tari
Persembahan Rejang
Penyambutan di
Inspirasi Tari Kejai yang sakral dan Agung di Tanah Rejang Tari
Penyambutan adalah Tari Kreasi Baru yang diatur sedekat mungkin dengan Tari
Kejai. Terinspirasi oleh tari Kejai karena Suku Rejang sendiri jaman dahulu
tidak mempunyai Tari Penyambutan, di jaman dahulu penyambutan tamu dilakukan
dengan upacara adat.
Tari Kejai
adalah tarian sakral dan agung, sehingga sangat pantas untuk di persembahkan
untuk Penyambutan Tamu, seperti Pejabat Tinggi Negara, Menteri, Bupati yang
berkunjung ke Tanah Rejang, atau pada even-even lain yang bersifat ceremonial,
seperti pada acara penyambutan piala Adipura yang tiba di Kota Curup tanggal 7
juni lalu.
Jumlah penari
tidak dibatasi,sesuai dengan tempat,bisa putra bisa pula putri, bisa juga
berpasangan. Di Rejang Lembak Tari Penyambutan disebut Tari Kurak,
namun dalam pembahasan disepakati menggunakan Tari Penyambutan yang telah
dibakukan.
Musik yang
mengiringi Tari Penyambutan di inspirasi oleh tarian sakral dari Tanah Rejang,
musik dan alat musik Tari Penyambutan memakai alat musik khas tradisional Suku
Rejang, yaitu gong dan kalintang, yang dari jaman dahulu kala
di pakai pada musik pengiring tarian sakral dan agung Suku Rejang yaitu Tari
Kejai. Pada umumnya dipakai irama lagu Lalan belek dan Tebo
Kabeak.
5. Tari Tombak Kerbau.
6· Tari Putri Gading
Cempaka.
7· Tari Sekapur Sirih.
8· Tari Pukek.
9· Tari Andung
SENI MUSIK
Seni musiknya
adalah:
o Geritan, yaitu
cerita sambil berlagu.
o Serambeak, yang
berupa patatah-petitih.
o Andi-andi, yaitu
seni sastra yang berupa nasihat.
RUMAH ADAT
Dalam bahasa
melayu Bengkulu, rumah tempat tinggal dinamakan juga “Rumah”. Rumah tradisional
Bengkulu termasuk tipe rumah panggung. Rumah panggung ini dirancang untuk
melindungi penghuninya dari banjir.
Disamping itu
kolong rumah panggung juga dapat dipergunakan untuk menyimpan gerobak, hasil
panen, alat-alat pertanian, kayu api, dan juga berfungsi sebagai kandang hewan
ternak.
BUDAYA BENGKULU
1. Budaya Bunker Coa
Sako
Budaya
Bunker Coa Sako adalah sebuah Cagar Budaya berbentuk sebuah
bunker atau tempat perlindungan di bawah tanah yang dibangun pada jaman
penjajahan Inggris di Bengkulu. Bangunan bunker berjumlah 3 ruangan yang
ruangannya tidak saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Situs yang
berkepemilikan adalah milik pribadi atas nama ajisul ini sangat memprihatinkan
karena terbengkalai dan tak terurus karena tidak mendapatkan perhatian dari
pemerintahan setempat.
2. Upacara Tabot
Upacara
Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu yang diadakan
untuk mengenang kisah kepahlawan Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi
Muhammad SAW, yang wafat dalam peperangan di padang Karbala, Irak. Tradisi
Tabot dibawa oleh para pekerja Islam Syi‘ah dari Madras dan Bengali, India bagian
selatan, yang dibawa oleh tentara Inggris untuk membangun Benteng Marlborough
(1713—1719). Mereka kemudian menikah dengan penduduk setempat dan meneruskan
tradisi ini hingga ke anak-cucunya.
Upacara Tabot
sebenarnya tidak hanya berkembang di Bengkulu saja, namun juga sampai ke
Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan Singkil.
Dalam perkembangannya, kegiatan Tabot kemudian menghilang di banyak tempat.
Saat ini, hanya ada dua tempat yang melaksanakan upacara ini, yakni Bengkulu
dan Pariaman, Sumatra Barat yang menyebutnya dengan Tabuik.
Tabot sendiri
berasal dari kata Arab, Tabut yang secara harfiah berarti
kotak kayu atau peti. Tabot dikenal sebagai peti yang berisikan kitab Taurat
Bani Israil, yang dipercaya jika muncul akan mendapatkan kebaikan, namun jika
hilang akan mendapatkan malapetaka. Saat ini, Tabot yang digunakan dalam
Upacara Tabot di Bengkulu berupa suatu bangunan bertingkat-tingkat seperti
menara masjid, dengan ukuran yang beragam dan berhiaskan lapisan kertas warna
warni.
Pembuatan
Tabot harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan secara bersama-sama oleh
keluarga pemilik Tabot, keturunan Syekh Burhanudin (Imam Senggolo) yang
merupakan pelopor diperkenalkannya Tabot di wilayah Bengkulu. Terdapat dua
kelompok besar keluarga pemilik Tabot, yakni kelompok Tabot Barkas dan Tabot
Bangsal.
Upacara yang
pada awalnya digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya cucu
Nabi Muhammad SAW ini, sejak penduduk asli Bengkulu (orang Sipai) lepas dari
pengaruh Syi‘ah berubah menjadi sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi
wasiat leluhur mereka. Belakangan, upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk
partisipasi orang-orang Sipai dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu.
Sejak 1990, upacara ini dijadikan agenda wisata Kota Bengkulu, dan kini lebih
dikenal sebagai Festival Tabot.
RANGKAIAN UPACARA
RITUAL BUDAYA TABOT
1. Upacara Pengambilan
Tanah
Upacara
Pengambilan Tanah dilaksanakan pada malam hari sebelum tanggal 1 Muharram,
sekitar pukul 20.00 WIB (setelah shalat Isya). Upacara Pengambilan Tanah
dilakukan di dua tempat, yaitu di Pantai Nala dan Tapak Paderi. Upacara ini
diartikan sebagai peringatan atau mengenang kembali manusia yang pada awalnya diciptakan
dari tanah dan nantinya akan kembali menjadi tanah.
Upacara ini
dilengkapi sesajen berupa bubur merah, gula merah, sirih tujuh subang, rokok
tujuh batang, air kopi pahit, air serobat (air jahe), air susu sapi murni, air
cendana dan air selasih. Sesudah sesajen didoakan, diambil tanah dua kepal,
sekepal diletakkan di Gerga (di ibaratkan benteng) dan sekepal lainnya dibawa
pulang untuk diletakkan diatas Tabot yang akan dibuat.
2. Upacara Duduk Penja
Upacara Sakral
Duduk Penja dilaksanakan selam dua hari, yakni pada tanggal 4 dan 5 Muharram
pada pukul 16.00 WIB. ini dilakukan pada tanggal 5 Muharram. Penja adalah
Pending Jari-Jari yang berbentuk jari-jari tangan yang terbuat dari tembaga
serta disimpan diatas rumah sekurang-kurangnya selama satu tahun.
Didahului
dengan berdoa, Penja diturunkan untuk di cuci, dilengkapi sesajen berupa
emping, air serobat, susu murni, air kopi pahit, nasi kebuli, pisang emas dan
tebu. Setelah dicuci, keluarga pembuat tabot langsung
mengantarkan Penja yang dibungkus ke gerganya, dengan diiringi bunyi dol dan
tassa, untuk disimpan kembali selama upacara perayaan tabot.
3. Upacara Menjara
Upacara
Menjara dilaksanakan malam hari tanggal 5 dan 6 Muharram mulai pukul 19.30 WIB.
Menjara berarti “perjalanan panjang di malam hari”, upacara ini dimaksudkan
untuk melakukan silahturakhmi atau konsolidasi.
Pada
malam pertama (tanggal 5 Muharram) kelompok Bangsal mengunjungi kelompok Imam
dan pada malam kedua (tanggal 6 Muharram) kelompok Imam mengunjungi kelompok
Bangsal dengan perlengkapan Dol dan Tassa. Dalam perjalanan perlengkapan musik
Dol dan Tassa akan melagukan lagu Semi Tsauri pada saat berjalan dan lagu-lagu
Tsauri, Melalu dan Tamatam pada tempat-tempat berhenti.
4. Malam Arak Jari-jari
dan Arak Seroban
Upacara Arak
Jari-Jari dilakukan pada tanggal 7 Muharram pukul 19.30 malam. Malam Arak
Jari-Jari dilaksanakan dengan menempatkan Penja yang sudah didudukkan di atas Tabot
Coki, kemudian diarak untuk berkumpul di tanah lapang.
Sedangkan
persiapan upacara Arak Seroban diselenggarakan pada tanggal 8 Muharram pukul
16.00 WIB (setelah shalat Ashar), yakni mempersiapkan Seroban untuk diarak
bersam-sama Penja (Jari-Jari) pada malam harinya. Upacara ini di ibaratkan
sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa jari-jari tangan dan sorban Amir
Hussain telah ditemukan di Padang Karbala.
5. Hari GAM
Hari GAM
berlangsung pada tanggal 9 Muharram, dimulai pada pukul 06.00 WIB. Hari GAM
berarti tidak boleh ada bunyi-bunyian sama sekali sampai Tabot
Naik Pangkek.
6. Tabot Naik Pangkek
Pada pukul
14.00 WIB sesudah shalat Dhuhur tanggal 9 Muharram dilakukan acara Tabot
Naik Pangkek. Tabot Naik Pangkek adalah kegiatan menyambungkan
bangunan puncak Tabot dengan bangunan bagian Tabot
Gedang di tempat pembuatannya.
7. Malam Arak Gedang
Pada tanggal 9
Muharram pukul 16.00 Tabot dibawa ke Gerga untuk Soja dan
Penja dinaikkan ke atas Tabot sebelum diarak menuju tanah
lapang untuk bersanding. Pada pukul 19.00 malam harinya Tabot
sudah bersanding di tanah lapang, prosesi ini disebut Malam Arak Gedang.
8. Arak-arakan Tabot
Pejuang
Pagi hari
pukul 08.00 WIB tanggal 10 Muharram Tabot kembali diarak untuk
bersanding di tanah lapang. Setelah itu Tabot diarak menuju
Kerabela (sebutan orang Bengkulu untuk Karballa). Sebelum
diarak, seluruh Tabot menyembah terlebih dahulu kepada Tabot
Imam dan Tabot Bangsal. Juru Kunci menyambut arak-arakan Tabot
di pintu gerbang Kerabela.
Sebelum masuk
dilakukan upacara untuk meluruskan mana yang bengkok, memberitahu mana yang
keliru dan memperbaiki mana yang salah. Setelah itu arak-arakan Tabot
menuju kompleks pemakaman Kerabela, dan di sini dilaksanakan upacara penyerahan
Tabot kepada leluhur di makam Syahbedan Abdullah (ayahanda
Syech Burhanuddin).
UPACARA PERKAWINAN
Upacara
perkawinan suku bangsa Lembak secara umum yang berada di Bengkulu
dan khususnya yang bertempat tinggal di Kota Bengkulu pada
dasarnya sama, dengan tingkatan urut-urutan sebagai berikut:
(1) Upacara sebelum perkawinan, kegitatan yang dilakukan mulai dari
menindai (melihat kecocokan), betanye (bertanya), Ngatat Tande atau memadu
rasan (berasan), dan Bertunangan (Makan Ketan),
(2) Upacara Perkawinan (Kerje/Bapelan), merupakan urutan kegiatan mulai
memilih macam bimbang, Arai Pekat (Kenduri Sekulak), Menikah, Malam Napa, Arai
Becerita (Walimahan), dan sampai akhirnya menyalang (nyalang).
Upacara Sebelum
Perkawinan
1. Menindai
Menindai
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki dalam
mengamati dan mengevaluasi bagaimana kecocokan bila anak laki-lakinya nanti
menikah dengan keluarga (anak wanita) yang ingin di nikahinya. Proses ini
biasanya yang paling mudah dilakukan dengan cara bagaimana sikap dan perilaku,
melihat kepiawaiannya dalam memasak, rumahnya apakah selalu bersih dan
rapih bahkan rupawan dari wanita tersebut.
2. Betanye
Betanye
merupakan langkah awal bagi pihak laki-laki untuk menyampaikan hasratnya
dan bertanya apakah pihak perempuan (gadis) belum berjanji atau bertunangan
dengan pria lain. Bila seandainya belum maka disampaikanlah maksud/hajad, untuk
mengikat pertunangan dengan anak gadis keluarga yang ditanya. Alat yang dibawa
adalah sekapur sirih lengkap dengan kapur, pinang, dan sebagainya yang
dibungkus dengan sapu tangan terawang putih.
Setelah sampai
pada waktu yang telah ditetapkan, maka pada kedatangan kedua, utusan biasanya
masih keluarga dekat, yang maksudnya adalah untuk Ngatat tande (Ikatan
pertunangan). Ciri/tanda yang diberi tersebut biasanya dalam dua bentuk, yaitu:
berbentuk uang atau berbentuk barang berharga berupa emas (cincin).
3. Malam
Bertungan/Menarik Rasan
Malam
Bertungan/Menarik Rasan, setelah hari dan waktu bertunangan yang
disepakati tiba, maka pihak laki-laki akan datang untuk bertunangan dengan
membawa apa yang telah disepakati (terutama berupa uang, sedangkan barupa
barang seperti kerbau dan pembawaanya) akan diserahkan kapan diminta oleh pihak
gadis.
Selain dari
mengantarkan persyaratan yang harus dipenuhi, maka pada saat itu dibicarakan
pula kapan jadwal dilakukan pernikahan, untuk penetapan jadwal tersebut pada
saat itu sebagai patokan adalah kapan masa panen.
4. Makan Ketan
Makan
Ketan, setelah diadakan konsultasi dan sepakat tentang hari
kerje/bepelan maka oleh ahli rumah terlebih dahulu biasanya diadakan
kesepakatan rapat interen (ngupul adik sanak) untuk mulai mempersiapkan dan
meramu segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan mengangkat pekerjaan
seperti: berberas (menumbuk padi untuk kebutuhan kerje/bepelan, mengumpulan
alat-alat untuk pangujung (balai), serta persiapan seperti pembuatan rumah
tanak (tempat berteduh tukang masak air dan nasi).
Selanjutnya
pada malam yang telah ditentukan diadakanlah rapat (berasan) dengan penghulu
syara’, adik sanak, kaum kerabat yang biasanya dipimpin oleh penghulu
adat/ketua adat, malam berasan ini dikenal dengan istilah Malam Makan Ketan.
5. Pembentukan Panitia
Kerja
Pembentukan
Panitia Kerja, setelah secara resmi acara pertunangan diumumkan, maka
selanjutnya ketua adat membuka acara berasan adik sanak untuk membentuk
kepanitian acara pernikahan pengantin yang dimaksud.
Pembentukan
organisasi upacara tersebut sekaligus menunjuk para petugas yang akan mengambil
tanggung jawab pelaksanaan antara lain: tue kerje (Ketua Kerja), penyambut
tamu, tukang sambal (tukang sambal), tukang joda (tukang jauda), Tukang Ayo
(Ahli menyiap air), Tukang nasi (Ahli memasak nasi), ketua jenang yang biasanya
ditunjuk jenang atas pengujung (jenang pucuk) dan jenang belakang (jenang bawah),
begitu pula biasanya ditunjuk Cikidar (jenang perempuan) besarta
anggota-anggotanya, serta pada saat itu biasanya telah ditunjuk juga induk
inang (perias pengantin) dan inang (pengapit pengantin).
6. Pesta Pernikahan
Pesta
Pernikahan, Pelaksanaan perkawinan dalam Bahasa Lembak sering disebur
Kerje atau Bepelan yang merupakan inti atau puncak dalam upacara perkawinan.
Kegiatan itu merupakan rangkaian dari suatu perayaan sebagai pernyataan suka
dan rasa syukur segenap keluarga baik dalam hubungan keluarga dekat mapun
keluarga jauh.
Pesta
Pernikahan dilaksanakan kedua belah pihak dan berlangaung selama 2 hari 2 malam
untuk satu pihak, hari pertama disebut dengan Hari Mufakat (Arai pekat)
sedangkan harl kedua disebut Hari Bercerita (Andun). Pelaksanaan akad nikah
biasanya dilangsungkan pada hari mufakat (Arai pekat), dahulu dilaksanakan pada
hari kedua.
7. Hari Mufakat (Arai
Pekat)
Hari
Mufakat (Arai Pekat), pada hari mufakat ini mempelai wanita sudah
harus dirias untuk memekai pakaian pengantin (pakaian adat), Untuk merias
pengantin pertama kali ini tidak dilakukan di rumahnya melainkan harus
dilakukan di rumah salah seorang kerabatnya yang di sebut dengan ‘Bakondai’.
Dalam acara
bakondai ini harus menyiapkan persyaratan berupa kain penutup (kelimbung),
beras, kelapa, gula kelapa serta pisang mas, perlengkapan ini nantinya akan
diserahkan kepada ‘induk inang (perias pengantin). Setelah pengantin selesai
dirias baru dibawa kerumahnya dan disambut oleh ibunya serta diasap dengan
kemenyan.
8. Malam Napa
Malam
Napa, salah satu bagian dari acara perayaan perkawinan adalah Malam
Napa. Pada malam ini sering juga disebut pengantin bercampur atau mulai
bersanding setelah melakukan ijab kabul (Jika belum melakukan ijab kabul, dalam
adat Lembak pengantin tidak boleh disandingkan).
Dalam Malam
Napa biasanya kalau akan diadakan adang-adang gala maka pihak keluarga
pengantin perempuan harus melakukan acara penjemputan pengantin lanang yang
dipimpin oleh ketua adat yang diikuti oleh beberapa orang kerabat pengantin
perempuan.
Pada acara
penjemputan ini pihak pengantin perempuan membawa perelengkapan pakain adat
untuk pengantin lanang, pihak keluarga pengantin lanang juga sudah menyiapkan
panganan/ kue-keu yang sudah dimasak beberapa hari dan disuguhi minuman
teh/kopi yang sering dikenal dengan istilah Neron.
Pada saat itu
biasanya juga disampaikan oleh penghulu adat kepada pihak penganting lanang
untuk menyiapkan sejumlah uang untuk acara adang-adang gala tersebut. Uang yang
diberikan pada saat adang-adang gala sering disebut dengan istilah kunci masuk.
9. Hari bercerita
Hari bercerita,
ini merupakan hari puncak pelaksanaan pesta pernikahan tersebut. Pada saat tamu
yang datang baik tamu dari jauh maupun dari dekat, mereka datang membawa buah
tangan pada ahli rumah sebagai tanda ikut bersuka cita atas rahmat yang
diterimanya. Buah tangan tersebut semenjak masyarakat telah mengenal uang
sebagai alat tukar, diberikan dalam bentuk uang, dikenal dengan istileh Jambar
real (Jamber real).
Pada hari
bercerita ini inti acaranya berupa berzikir/membaca kitab berzanji yang diringi
rebana, walimah dan jamuan dan pada akhir acara tersebut wakil para tamu
menyerahkan jambar uang yang diperoleh kepada pihak tuan rumah dengan
mengumumkan jumlah total penerimaan.